Getah Wangi yang Nyaris Punah
Sumber |
Dalam jalur perdagangan mereka di sepanjang pantai barat Sumatera, kristal dari getah pohon kapur (Dryobalanops aromatica atau Dryobalanops champor) ini hanya bisa ditemukan di Pelabuhan Barus atau Kapuradwipa. Kapur dari Barus ini dicari raja-raja Mesir untuk mengawetkan jasad mereka karena kualitasnya paling bagus. Mumi Ramses II dan Ramses III konon juga dibalsem dengan kapur barus yang sudah dicampur dengan rempah-rempah dari Ophir, nama gunung di pedalaman Barus.
Kapur barus atau kamper sudah dikenal oleh pedagang Mesir, Arab, dan Timur Tengah lainnya sejak abad ke-7-16 Masehi. Selain untuk membalsem mayat, kamper juga berfungsi sebagai bahan baku obat-obatan dan parfum (Barus Sejarah Maritim dan Peninggalannya, Irianti Dewi, 2006). Nama kota Barus sendiri berasal dari komoditas kapur barus yang ramai diperdagangkan di pelabuhan itu sekitar abad ke-7-16 Masehi.
Kini sulit untuk melacak keberadaan pohon kamper yang dulu bisa menghasilkan kristal seharga emas. Di daerah Barus, pohon kamper itu hanya tinggal beberapa batang saja. ”Pohon kamper hilang karena banyaknya penebangan liar,” kata Juardi Mustafa Simanulang, pemerhati sejarah Barus, ketika mengantarkan kami ke Desa Siordang, Kecamatan Sirandorung, untuk melihat satu-satunya pohon kapur tua yang masih tersisa.
Pohon besar itu menjulang di tengah perkebunan milik warga. Tingginya mencapai belasan meter, batangnya tegak lurus dengan kulit batang berwarna coklat keputihan. Ketika daunnya dipetik, menguar bau wangi segar.
Batang pohon itu harus dibelah untuk mendapatkan kristal getah yang tersimpan di dalam batang. ”Kristal kapur itu dulunya ditemukan saat orang menebang pohon untuk keperluan rumah atau membuat kapal. Ketika batang pohon ditebang, batang itu mengeluarkan getah, dan jika dibiarkan akan mengering menjadi kristal,” kata Juardi.
Selain untuk mengawetkan mayat, getah kamper juga menjadi bahan baku pembuat dupa wangi. Entah benar atau hanya berseloroh, Juardi mengatakan bahwa bahan baku untuk dupa yang dihadiahkan tiga raja saat kelahiran Yesus juga didatangkan dari Barus.
Di tempat ia tumbuh, pohon kamper ini sudah menjadi salah satu tanaman langka. Menurut International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), status pohon ini masuk kategori daftar merah, yaitu keberadaannya kritis atau terancam punah. IUCN merupakan lembaga konservasi keanekaragaman hayati.
Kalau dibiarkan tumbuh, diameter batang pohon kamper bisa mencapai 70 cm-150 cm dengan tinggi pohon mencapai 60 meter. Batangnya akan mengeluarkan aroma kapur wangi bila dipotong. Di Indonesia, pohon ini hanya bisa ditemukan di Sumatera dan Kalimantan saja. Beberapa daerah di Malaysia, seperti Semenanjung Malaysia, Sabah, dan Serawak, juga menjadi habitat pohon kamper.
Selain Dryobalanops aromatica, tanaman penghasil kamper lainnya adalah Cinnamomum camphora (pohon kamper). Namun, jenis pohon ini hanya tumbuh di China, Jepang, Korea, Taiwan, dan Vietnam.
Di masa lalu, pencarian getah kamper di Barus lekat dengan mitos persembahan. Para pencari kapur barus memiliki kepercayaan tentang larangan dan pantangan terkait dengan pencarian getah kamper.
Setiap pohon memiliki kadar karena kadar getah yang berbeda-beda, ada yang banyak dan ada pula yang sedikit. Sebelum mencari getah, penebang pohon harus melakukan ritual persembahan hewan korban kepada Begu Sombahon, sang makhluk penjaga hutan. Hewan yang dipersembahkan biasanya ayam, kerbau, dan kambing, tergantung permintaan Begu Sombahon.
Upaya penanaman kembali pohon kamper dilakukan sebagian warga Barus. Tanpa ritual persembahan, masyarakat berupaya untuk kembali menghidupkan pohon kapur barus, ikon yang menjadi asal-usul dikenalnya daerah tersebut.
Sumber: Kompas
Dengan Sel Punca, Ilmuwan Bikin "Pabrik" Air Mata dan Ludah
Sumber |
Keberhasilan ini menunjukkan adanya potensi perawatan bagi orang-orang yang mengalami sindrom mulut dan mata kering, yang terjadi pada jutaan umat manusia.
Tim ilmuwan yang dipimpin oleh Takashi Tsuji dari Tokyo University menumbuhkan kelenjar pada sebuah cawan laboratorium dari sel prekursor dan mencangkokkan organ primitif pada mencit.
Kedua kelenjar menyatu baik dengan jaringan yang berdekatan, terhubung dengan saluran sekresi kelenjar dan serabut saraf.
Ketika diujicoba, kelenjar air mata dan ludah merespon rangsangan dari makanan secara normal serta melindungi mencit dari infeksi mulut.
Diberitakan AFP kemarin, ilmuwan juga mengatakan bahwa kelenjar berfungsi baik dalam jangka panjang, dalam konteks mencit berarti 18 bulan.
Kegagalan untuk melubrikasi mata, atau dikenal dengan kondisi corneal xerosis, bisa berbahaya bagi pengelihatan.
Sementara itu, jutaan orang menderita xerostomia, dimana kekurangan saliva mengakibatkan kesulitan untuk menelan dan membuat mulut rentan terinfeksi.
"Beberapa masalah harus diselesaikan sebelum penggunaan kelenjar hasil rekayasa bisa diaplikasikan," kata Tsuji. Salah satu masalah yang harus diselesaikan adalah bank sel punca.
Hasil penelitian Tsuji dipublikasikan di Nature Communication edisi terbaru. Tim Tsuji sebelumnya juga berperan dalam pengembangan regenerasi organ ektodermal, meliputi upaya menumbuhkan kembali gigi dan rambut.
Sumber: Kompas
Berang-berang Punya "Kentut" Beraroma Vanila
Sumber |
"Saya mengangkat ekornya, lalu mendekatkan hidung saya ke pantatnya," kata Joanne Crawford, pakar ekologi satwa liar di Douthern Illinois University.
"Orang berpikir saya gila. Saya katakan kepada mereka, ini berang-berang, bau (pantatnya) enak," ungkap Crawford seperti dikutip National Geographic, Selasa (1/10/2013).
Castoreum adalah senyawa yang kebanyakan berasal dari kantung castor berang-berang, terletak di antara pelvis dan pangkal ekor.
Karena letaknya yang berdekatan dengan kelenjar anus, castoreum kadang merupakan kombinasi antara sekresi kelenjar castor, kelenjar anal, dan urine.
Castroreum merupakan hasil diet unik berang-berang yang berupa daun dan kulit kayu. Baucastoreum menyerupai vanila.
Oleh karena baunya yang menarik, castoreum dimanfaatkan sebagai bahan aditif untuk aroma. Food and Drugs Administration (FDA) di AS menyatakan bahwa castoreum merupakan bahan aditif yang aman.
Penggunaan castoreum untuk aroma sudah berlangsung sejak 80 tahun lalu. Senyawa itu dipakai untuk parfum dan makanan.
Dengan adanya hal ini, boleh jadi aroma pada makanan kita berasal dari castoreum yang dihasilkan berang-berang.
Sayangnya, ada atau tidaknya aditif berupa castoreum dari berang-berang tak mudah diketahui. Berdasarkan ketentuan FDA, castoreum bisa dicantumkan sebagai "penambah aroma natural" saja.
Sumber: kompas
Kesadaran Riset Industri Tinggi, Tapi Dukungan Rendah
Sumber |
Hal tersebut diungkapkan oleh dewan juri Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Science Based Industrial Innovation Awards, LT Handoko dan Erman Aminullah, saat ditemuiKompas.com, pada Selasa (1/10/2013) kemarin.
"Yang dilakukan beberapa industri itu terus terang di luar dugaan kita. Banyak yang kita tidak tahu," kata Handoko.
Handoko yang menjadi juri dalam kategori physical science mengatakan, salah satu inovasi berbasis riset yang dilakukan industri adalah pembuatan material serupa plastik dari bahan baku ketela. Tidak cuma berhasil diciptakan, material itu juga telah diekspor dan digunakan sebagai pengganti plastik.
Inovasi lain adalah sistem billing yang dibuat oleh perusahaan teknologi informasi yang tidak hanya dipakai lembaga dalam negeri, tetapi juga luar negeri.
Sementara Erman mengungkapkan bahwa riset dan inovasi dalam bidang life science juga tak kalah mumpuni. Untuk menghasilkan produk, beberapa industri di Indonesia melakukan riset-riset sains dasar yang tak kalah hebat dengan negara lain.
"Banyak riset yang telah dilakukan dan itu mendasar, seperti riset kanker dan sel punca. Industri Indonesia bahkan ada yang memiliki pusat riset di luar negeri," ungkap Erman.
Erman dan Handoko sepakat, walaupun potret secara umum industri Indonesia masih minim riset, minat kalangan industri untuk melakukan penelitian agar menghasilkan inovasi sebenarnya sudah tinggi.
"Industri sudah sadar bahwa inovasi penting untuk tetap hidup dan inovasi harus berbasis riset," kata Erman.
Lewat LIPI Science Based Industrial Innovation Awards, LIPI berupaya mengapresiasi industri yang telah melakukan riset dan mendorong industri lain untuk juga melakukannya. Namun, kata Handoko, niat industri perlu didukung kebijakan pemerintah yang memberi insentif serta proteksi bagi industri yang melakukan riset.
Sumber: kompas
Kadal Papua Nugini Berdarah Hijau
Sumber |
Christopher Austin, biolog dari Lousiana State University, tertarik untuk mempelajari spesies kadal tersebut. Ia menjadikan riset tentang kadal itu sebagai riset doktoralnya di University of Texas.
Diberitakan National Geopgraphic, Senin (30/9/2013), Austin menemukan bahwa darah kadal spesies tersebut kaya akan senyawa biliverdin, salah satu molekul hasil pemecahan hemoglobin selain bilirubin.
Pada manusia, biliverdin dikeluarkan dari dalam tubuh lewat saluran pencernaan. Namun, pada kadal ini, biliverdin diakumulasi di dalam darah. Senyawa inilah yang menyebabkan darah, dan bahkan jaringan, tulang, dan lidah kadal ini punya warna hijau.
Meski penyebab warna hijau sudah terungkap, bukan berarti seluruh misteri kadal ini terungkap. Jika manusia mengakumulasi biliverdin, seperti orang yang mengalami gagal hati, maka akan terjadi jaundice atau bahkan kematian. Namun, kadal ini sehat-sehat saja.
Austin menduga bahwa akumulasi biliverdin dalam darah memang merupakan bentuk adaptasi agar Prasinohaema tahan dari serangan plasmodium yang menyebabkan malaria. Namun, hal itu belum bisa dipastikan.
Kini, Austin melakukan pekerjaan baru dengan mengurai genom kadal ini serta membandingkannya dengan kadal lain yang berdarah merah untuk melihat perubahan genetik yang mungkin menjawab pertanyaan tentang toleransi pada biliverdin dan resistensi dari plasmodium.
Sumber: kompas.com
Langganan:
Postingan
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar